Resensi Sayap-sayap Mawaddah – Afifah Afra & Riawani Elyta




Keterangan Buku :

Judul : Sayap-sayap Mawaddah
Penulis : Afifah Afra & Riawani Elyta
Penyunting bahasa dan penyelaras akhir : Mastris Radyamas
Penata letak : Bagus Muhammad Ma’ruf
Desain sampul : Andhi Rasydan
Penerbit : Indiva
Tahun terbit : Juli 2015 (cetakan pertama)
ISBN : 978 – 602 – 1614 – 65 – 5
Tebal : 208 halaman
Harga : Rp 28.800 (di Toko Buku Afra)


Pernikahan ibarat buah segar. Pernah lihat anggur yang dipajang menawan? Dari tampilan kulitnya saja yang merah merona, akan mampu menyedot rasa ketertarikan yang besar dari siapa pun yang menatapnya. Kita penasaran, menatapnya berlama-lama. Ingin mengulik isinya, mencicipi rasanya, membayangkan kelezatannya. Hlm 7

Di Indonesia minat menikah masih sangat tinggi. Namun di sisi lain muncul juga gejala naiknya angka perceraian sekitar satu dasawarsa terakhir. Dari sekitar seratus pernikahan yang terjadi, belasan pernikahan ternyata berakhir pada perceraian. Dari dua juta pasangan menikah tahun 2010 saja, 285.184 pasangan bercerai. Aduh, menjadi yang terdepan dalam sebuah peristiwa yang sangat dibenci Allah SWT, sangatlah menyesakkan.   

Bermodal Sakinah, Berbuah Mawaddah Warahmah..

Jika melihat sekilas uraian Imam al-Mawardy (hlm 24), definisi mawaddah adalah semacam perasaan cinta yang bersifat fisik, passionate (gairah), sebagaimana yang terjadi antara dua orang yang berlawanan jenis.

Pada hlm. 28 dijelaskan juga bahwa Mawaddah berasal dari kata wadda – yawaddu – wuddan – mawaddan yang artinya adalah cinta.


Ketika segala sesuatu telah menemukan titik yang stabil, tidak goyah, alias cenderung dan merasa mantap. Jadi, jodoh adalah pengendali. Rem untuk yang suka ngebut, gas untuk yang suka malas. Karena ada kendali maka kita jadi stabil, tidak mudah goyah. Hlm 22

Dalam buku pertama, Sayap-Sayap Sakinah, mbak Afifah Afra dan Riawani Elyta telah banyak membahas konsep-konsep dasar pernikahan. Dalam buku Sayap-Sayap Mawaddah ini, penulis membahas hubungan suami dan istri dengan konsep mawaddah sebagai fokusnya. Penjelasan mendetail tentang mawaddah bertaburan di sepanjang buku ini.

Ditambah dengan naskah lima pemenang “Lomba Menulis Kisah Sejati Miracle of Love In Marriage”. Juga dilengkapi dengan tulisan suami mbak Afifah Afra yang berprofesi sebagai dokter. Beliau menulis tentang seksologi. Menjadikan buku ini semakin sedap untuk dilahap.

Dalam bahasannya mengenai mawaddah, diselipkan kisah cinta insan-insan mulia, seperti Adam dan Hawa, Cinta tak sampai Thalhah bin Ubaidillah, juga kisah pemuda penemu apel dan gadis buta – bisu – tuli – lumpuh. Semua kisah yang dihadirkan sangat menggugah hati. Mengajarkan arti sebenarnya dari sebuah kata cinta.

Cover Sayap-Sayap Mawaddah juga tak kalah manis seperti buku sebelumnya. Warnanya yang segar, seolah turut mengajak untuk menyibak halaman demi halamannya hingga tuntas.

Oh ya, (Masih) ada pula puisi-puisi cantik di setiap awal bab, seperti di Sayap-sayap Sakinah.

Sejatinya, cinta hanyalah perkara
Saling membuka diri
Saling memberi ruang
Untuk sejuta catatan tentangmu
Yang tersimpan di hatiku
Untuk sejuta catatan tentangku
Yang tersimpan di hatimu
Dan tentang waktu khusus yang kita sediakan
Untuk membaca dan memahaminya

(Afifah Afra)


Bagian yang paling membuat pipi memerah malu-malu adalah pada bagian ‘Seksualitas dalam mawaddah’.

Dijelaskan dengan sangat lengkap, tentunya dengan bahasa yang santun. Dari mulai mengenai orgasme, foreplay, impotensi, obat kuat dan lainnya. Komplit! Lebih baik tau lewat buku yang bermanfaat ini dibanding dengan ‘tindakan coba-coba karena penasaran’ kan?

Ada cerita yang sangat menarik di bagian ini. Betapa perempuan ternyata harus menjadi ‘sedikit nakal dan liar’ untuk menjaga hati dan gairah suaminya. Well, ceritanya ada seorang selir yang mengalahkan 3000 selir lainnya untuk berguru teknik seks pada seorang pelacur.

Benar kata pepatah, kesetiaan istri diuji saat suami tak punya apa-apa. Sementara, kesetiaan suami diuji saat dia telah memiliki segalanya. Hlm 185

Buku ini laksana peta bagi pasangan yang baru akan, sudah atau telah menikah. Menggambarkan secara gamblang apa yang harus dilakukan lelaki dan wanita agar pernikahan senantiasa samara.

Selain mengajak tersenyum lewat ‘bulan banjir madu’, ternyata kita harus melek dengan kehadiran orang ketiga. Apa yang seharusnya dilakukan untuk mencegah hal itu terjadi juga dijelaskan di buku ini.

Yang paling berkesan adalah tentang analogi orang hendak bercerai, digambaran seperti dua orang yang sedang berpuasa. Yang A fisiknya masih kuat untuk lanjut, sedangkan B sudah benar-benar kepayahan

Jika keduanya memutuskan membatalkan puasa, siapa yang pembatalannya bakal dilaknat Allah? Ini mengingatkanku akan seorang teman yang susah payah menahan ‘kewarasan’ gara-gara pasangan hidupnya yang ‘mengerikan’. Diajak cerai tak mau, diajak memperbaiki diri malah mengamuk. Duh!

Empat dari lima bintang untuk ‘peta pernikahan’ dalam Sayap-Sayap Mawaddah. :D

Tidak ada komentar